Thursday, December 31, 2015

Nikmat Hidup: Dikesempatan yang Masih Ada



“Dan jangan sekali-kali orang-orang kafir itu mengira bahwa tenggang waktu yang Kami berikan kepada mereka lebih baik baginya. Sesungguhnya tenggang waktu yang Kami berikan kepada mereka hanyalah agar dosa mereka semakin bertambah, dan mereka akan mendapat azab yang menghinakan.” (3: 178)

Hidup itu nikmat. Kesempatan untuk beramal. Kesempatan untuk bertaubat. Menambahkan yang baik. Melengkapkan yang kurang. Maka di lapis-lapis masa yang masih ada. Berubahlah. Kembali kepada Islam yang sebenar. Berubahlah meski sedikit. Berubahlah meski hanya dimulakan dengan langkah yang kecil.

Jangan hidup ini hanya menjadi nikmat di dunia tapi menjadi asbab untuk ditolak ke dalam neraka. Mengundang murka Allah.

Maka dikala hati tergerak untuk melakukan kebaikan. Segeralah menyambutnya. Hidayah itu perlu di cari bukan di nanti. Pedulikan orang. Bila tujuan kita itu Allah, nescaya kita tidak peduli lagi dengan kata-kata orang. Dengan pandangan orang.

“If you have an impulse and you don’t do it in 5 seconds. You pull the emergency brake and kill the idea.

Force yourself. Because you will never feel like it.” - Mel Robbins.

Allah lebih tahu hati kita. Allah lebih tahu usaha kita. Meski kecil. Kadang tak terlihat orang lain tapi yakinlah Allah mengambil kira setiap langkah kita kearahnya. Sekecil apa pun.

Maka bermulalah. Dan semoga tetap istiqamah.

A little bit at a time.
A step.
Two step.
Three step.
I’m walking to you.
Reaching out to you.
Give me a chance.

Take a chance on me.

Saturday, December 26, 2015

Mood Swing #2


Tonight, he’s breaking down again.

He hold his chest. Bend his body.There’s something inside his chest. He try to cough it out. But it won’t disappear.

Cough. Cough.

It hurts. It makes him breathless. Palpitation.

What is it? What is this feeling? He doesn’t know. He can’t describe it.

He drop on the floor. Curl up his body. Like a baby. Hand still on his chest. The feeling is still there.

Cough. Cough.

This isn’t new but no matter how much this feeling comes and goes, he will never get used to it. Never ever.

“Should I just stab my chest, take my heart out and end everything right here right now?”

He can no longer stand it. He’s breaking and there’s nobody to hold him together. To keep him whole.

“Am I all alone again?”

He cries. He cries. And cries till he fall asleep.

Wednesday, December 23, 2015

Tetaplah Melangkah Meski Hanya Selangkah.



“Sesungguhnya Kamilah yang menurunkan Al-Quran kepadamu (Muhammad) secara beransur-ansur. Maka bersabarlah untuk melaksanakan ketetapan Tuhanmu, dan janganlah engkau ikuti orang yang berdosa dan orang yang kafir di antara mereka.” (Al-Insan, 76: 23-24)

Al Quran diturunkan beransur-ansur agar orang-orang Islam pada masa itu dapat menghadam benar-benar apa yang hendak disampaikan oleh Rasulullah dan mengamalkan ayat al Quran itu disamping menghafalnya.

“Maka bersabarlah untuk melaksanakan ketetapan Tuhanmu…”

Antara ibrah lain yang kita boleh ambil adalah Allah menghendaki kita untuk melaksanakan sesuatu secara perlahan-lahan. Step by step. Take your own time. Tidak mengapa andai sahabat kita yang lain dah jauh ke lautan Pacific sana sedangkan kita masih terkapai-kapai nak belajar berenang.

Di sinilah datangnya kesabaran untuk melaksanakan apa yang Allah suruh dan istiqamah dalam kebenaran. Bukankah amalan yang paling Allah sukai itu adalah amalan yang sedikit atau kecil tetapi dilakukan secara berterusan.

Maka tetaplah bertahan di saat mehnah melanda. Di saat bisikan syaitan mengganggu gugat. Kita bukan Nabi. Kita hanya pendosa tanpa noktah. Yang masih tertatih dalam agama ini. Maka do your own time. A step. Two step. Three step. Reach out pada Tuhan yang satu. Seperlahan apa pun. Sekecil mana langkah pun. Yang penting kita berusaha untuk ke hadapan.  Tidak hanya statik. Menjadi air yang bertakung dan kotor.

Dan ketahuilah engkau tidak seorang. Allah itu sentiasa ada. Di hati mu.

“Dan sebutlah nama Tuhanmu pada (waktu) pagi dan petang.” (Al-Insan, 76: 25)

Thursday, December 17, 2015

Stamp Out Stigma

#StampOutStigma

np - Standing Egg - Yell

Take me higher, so what if they laugh at you.
Take me higher, I have faith in you.

If you need help, then get help.

Restarting back medications (Luvox and Stilnox) after 1 year defaulted.

May Allah ease.


"Kenapa sekarang baru nak jumpa saya." Prof tanya, sebab dia nak minta follow CBT tapi dah nak exam so tak sempat nak buat sekarang.

"Saya takut nak ganggu Prof. Saya rasa problem saya ni common je. Tak significant."

"Memang la. Depression memang common pun."

............Senyum je.

Fact: 1 out of every 4 people has mental illness.

You’re so beautiful, you’re so beautiful
Look into the mirror and see
Who’s smiling, who’s flying.

Lepas tu practice breathing technique dengan Prof. Tak pasal kena psychoeducation on mindfulness dekat 30min. Prof siap search youtube lagi on breathing exercise. *Touching.*

“Tak payah kisah pasal rekod. Yang penting bukan rekod. Yang penting awak nak sihat.”


“Dan jika Allah menimpakan sesuatu kemudharatan kepadamu, maka tidak ada yang menghilangkannya melainkan Dia sendiri. Dan jika Dia mendatangkan kebaikan kepadamu, maka Dia Maha Kuasa atas tiap-tiap sesuatu.” (Al-An’am, 6: 12)


My heart is reacting
You make me feel alive again.

I wanna love me now.


***

“Anda nak jadi psychiatrist ke?”

“Oh tidak. Saya nak jadi anesthesiologist.”

“Kenapa?”

“Sape cari pasal dengan aku, boleh aku cucuk Propofol je. Terus senyap.”

“Uish. Ekstrem.”

Wednesday, December 16, 2015

Mood Swing #1



At KTM Salak Selatan, I’m sitting on the bench. Watching the train passed by. I’m not even sure for how long I’ve been sitting here like this.

Am I going somewhere?

No. I’m not going anywhere. It just felt stuffy inside my room. I need to get out. Get some air. So I decided to come here.

I’m losing my mind.

Why a train station?

Well… I’m not sure. Maybe some kind of influence from Murakami. The way his character just sit idly on the bench watching people enter and exit the train. Going off to work. To somewhere. A routine.

I wanted to go someplace, somewhere people don’t know my name.

Give me solitude.

So how are you feeling? Is it great?

Nah. I’m not sure about what I’m feeling. Alexithymia. About anything. I’m just sitting here blankly like this. I’m seeing but not seeing anything at the same time.

It might have been different if you were here by my side.

I want you.

But you’re not here and will never be.

Did you arrived home safely?



I took a step forward. Standing on the yellow line. I wonder if I jump from here the moment the train is in front of me, what would happen? I would crash into the train. Crack. The sound of broken bones. My body will be underneath it, being drag all along the rail. All of my inside, my organs would be splattering. Splatter party. What a horrible way to die. And you would be lucky enough to die on the spot. If not, it would be one hell of a torture.

You keep on wanting to play the role of a tragic hero. No. A helpless heroine would suits you better.

Where’s my prince charming?

You’re no Kaneki Ken.

“Tragedy isn’t popular nowadays.”- Uta

I took a step backward. No. Not today. Not as long as I’m still breathing the same air as you. The air you breathe.

I’m fine even if I can only see you from far away. Your smile, my salvation.

Tuesday, December 15, 2015

Kerana Akhirnya Nabi itu Tetap Seorang Manusia. (Rindu 2.0)



“Aku rindu arwah ayah aku.” Terbaca status seorang teman di Facebook.

Maka ini buat kamu.

Kau tahu ujian paling berat buat Nabi itu apa?

Saat dicemuh bertalu-talu kaum musyrikin Mekah?
Tidak.
Saat dibaling batu dan dipukul sehingga berdarah di Taif?
Tidak.

Bahkan saat yang paling di rasa berat buat Nabi adalah apabila wafatnya Abu Talib dan Khadijah.

Abu Talib. Si pak cik yang sudah seperti bapa. Dari kecil dia ke hulu ke hilir mengikut Abu Talib meniaga. Si pak cik yang berdiri tegas memberi perlindungan kepada Nabi saat Abu Jahal dan Abu Lahab dengan rencana-rencana jahat mereka. Meski tidak seagama tetaplah dia cinta akan Nabi dan Nabi pula cinta kepadanya.

Khadijah. Sang isteri tercinta. Rumah tempat pulang istirahat. Penyokong paling dekat baginda. Bahkan saat pertama kali wahyu turun, si isteri lah yang tidak penat berada di samping. Menenangkan sang suami. Isteri yang sering sahaja disebut namanya sehingga Aisyah pun pernah menjadi cemburu. Dia cinta akan Nabi dan Nabi pun cinta kepadanya.

*Teringat kisah Khadijah meminang Nabi s.a.w..* Senyum.

Lalu diangkatlah Nabi. Insan maksum yang sekuat-kuat dia berpegang kepada tali Allah tetaplah merasa sedih akan kehilangan insan tersayang. Dipujuknya Allah. Di israkkan ke baitul maqdis. Diangkat kan ke langit. Bukti cinta Allah pada kekasihNya. Kekasih yang paling dekat denganNya. Yang sesudah berbagai cobaan diberi masih tetap teguh menyebarkan dakwah tanpa putus asa. Inilah manusia yang diangkat darjat setinggi-tingginya oleh Allah. Insan mulia bernama Muhammad S.A.W.

Lalu kita, sudah bersediakah kita?
Untuk menghadapi mehnah-mehnah yang mendatang. Untuk ditinggikan pula darjat kita disisinya. Untuk menyambung panji-panji perjuangan sesudah Nabi dan para sahabat.

“Dan sungguh, Kami telah menguji orang-orang sebelum mereka, maka Allah pasti mengetahui orang-orang yang benar dan pasti mengetahui orang-orang yang dusta.”  (Al-Ankabut, 29: 3).

Sedangkan keluh kesah sudah menjadi darah dan daging. Apakah kita mengira kehidupan dunia ini hanya kesenangan semata? Bisa masuk syurga begitu saja.

"Apakah manusia mengira bahawa mereka akan dibiarkan mengatakan: Kami telah beriman, sedang mereka belum diuji?" (Al-Ankabut, 29: 2).

Maka pada tiap kesedihan yang dirasa. Rindu yang mencengkam jiwa. Kirimkanlah pada Tuhan. Lewat doa-doamu. Titipkan rindu pada bintang-bintang. Semoga hatimu menjadi tenang. Dan semoga pada tiap-tiap titis air mata yang berjatuhan, dosa-dosamu turut diampunkan.

“Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenteram.” (Ar-Ra’d, 13: 28)

Aku disini andai kamu perlu aku.

Semoga tetap tabah.

Monday, December 14, 2015

Cinta itu Kata Kerja



Ada carer (penjaga kepada pesakit) datang ke klinik psychiatry menemani sang suami untuk follow up for Panic Disorder. Dia memang tahu husband dia ada family history of bipolar disorder (mak suami) before marriage. Tapi itu tak affect dia punya decision untuk kahwin. Dan disebabkan itu dia boleh terima bila suami dia di diagnose ada Panic Disorder. She said, benda ini yang menguatkan lagi hubungan dia dengan suami.

Semoga perkahwinan kamu berdua sentiasa di dalam zilal cinta dan kasihNya.

Konklusi:

Masa sesi taaruf dengan bakal zauj/zaujah sila masukkan sekali soalan berkenaan status kesihatan keluarga. Untuk nak lihat possibility inherited diseases pada si bakal dan mungkin juga anak-anak kelak.

Tapi jangan jadikan ini sebagai asbab untuk tidak pula mahu berkahwin. Tapi jadikanlah ia sebagai preparation untuk kita husnuzon dan redha andai Allah takdirkan untuk uji our future keluarga dengan penyakit-penyakit sebegini.

“Dan (ingatlah kisah) Ayub, ketika dia berdoa kepada Tuhannya, “(Ya Tuhanku), sungguh, aku telah ditimpa penyakit, padahal Engkau Tuhan Yang Maha Penyayang dari semua yang penyayang.” Maka Kami kabulkan (doa)-nya, lalu kami lenyapkan penyakit yang ada padanya dan Kami kembalikan keluarganya kepadanya, dan (Kami lipat gandakan jumlah mereka) sebagai suatu rahmat dari kami, dan untuk menjadi peringatan bagi semua yang menyembah kami.” (Al-Anbiya, 21: 83-84)

Love is a verb.

“Chenta itu adalah kata kerja. kita kena berusaha untuk mendapatkannya. Chenta itu boleh jadi datang sendiri. Beruntunglah mereka yang jatuh chenta tanpa perlu berusaha.
Namun lebih beruntung mereka yang meraih chenta selepas penat dan puas berusaha. Kerana chenta ketika itu lebih lazat dan nikmat rasanya.” - Inche Gabbana

Dan aku ingin meraikan cintaNya bersama kamu.

***
Kerana cinta itu adalah kata kerja dan anda adalah kata kerja yang ingin aku usahakan.


Sunday, December 13, 2015

A Confession



“Kenapa kau tak masuk meminang dia je terus?” Soalan yang direct. Tak berlapik langsung.

Pandang bawah, “Aku tak layak la untuk dia.”

“Habis tu sape je yang layak?”

“Anyone else. Not me.”

I’m just a pebble by the road side.
And she’s a star shining bright on the sky.

Shine bright like a diamond.

Rasa nak tampar je dia ni. Inferiority complex melampau-lampau dari dulu lagi. Haish.. Kawan aku yang sorang ni la.

“Kau tengah usaha untuk menjadi kan? Supaya kau dapat jadi lebih baik untuk dia. Macam Hinata dengan Naruto.” Senyum.

Senyum balik. Menampakkan lesung pipit di pipi kiri. Manis. Okay. Anda memang random.

“Itu dah kira bagus dah. You don’t need to be perfect. You can just be you. What important is the effort. Kalau kau betul-betul ikhlas nak kan dia untuk jadi isteri kau, mesti dia akan nampak kebaikan kau. Cuba la dulu. Mana tahu terbuka hati dia untuk kau.”

“Jodoh tu urusan Tuhan. Kalau dah tertulis di Luh Mahfuz, pasti ada bahagian untuk kami berdua.”

“Betul jodoh tu rahsia Tuhan tapi kena usaha untuk mencari juga. Kalau dah dua-dua pakat tunggu. Sampai ke tua pun tak bertemu juga.”

Senyap.

Dia tarik nafas dalam-dalam dan hembus perlahan-lahan. Ada sesak yang cuba dikeluarkan. “I don’t know. I’m just not sure with anything anymore.” Dia pandang ke langit. Mata dah terasa panas.

Langit biru. SubhanAllah. Cantik. Macam dia.

You really do like her a lot, don’t you?



Tonight the wind is blowing. Just a little bit louder to my liking. Membawa bersamanya bau hujan.

I wonder what are you doing right now,
Are you thinking of me the way I’m thinking of you?

But you don’t know. My heart.

bintang-bintang di langit
aku tilik
aku perhati
aku peta menjadi zodiak
buat petunjuk ke arah kamu.

Pada langit malam ku bisikkan namamu. Titipkan rindu pada bintang-bintang. Semoga kau melihat langit yang sama sepertiku. Semoga angin malam membawa nafasku menyapa telingamu.

Bukannya dia tak nak masuk meminang. Nak sangat. Kalau ikutkan hati mau je dia terus pergi jumpa Aliyah, nyatakan hasrat untuk nak jumpa parent dia untuk masuk meminang.

Mesti dia terkejut.

Tapi dia insecure. Dia takut kena tolak. Dia rasa tak layak untuk Aliyah. Dia bukan lelaki yang banyak belajar agama macam Aliyah. Yang join program itu ini. Dia bukannya ikhwah.

Dia hanya sekadar dia. Insan yang masih lagi bertatih. Yang kerap terjatuh daripada landasan agama ini. Terjerumus ke gaung bawah. Yang masih tak mampu nak qawiyy.

The rain is falling. I’m thinking of you.

“Tapi bukan ke sekarang kau dah mula naik kembali ke landasan ni.” Dia bermonologue sendiri.

You tend to learn the hard way. Tangan yang penuh dengan luka dan darah. Ini gerabak yang sumpah susah nak kejar andai tak mampu nak istiqamah dalam kebaikan.

“Aku takut aku akan jatuh kembali.” Perlahan dia menjawab.

Sebab ini bukan first time dia bangun dan nampak seperti dah mampu untuk bergerak sendiri. Tapi akhirnya jatuh juga. Jatuh bangun. Jatuh bangun. Sekurangnya kau masih berusaha.

Naik dan turun. Up and down. Wi arae.

Sebab kau selalu gerak sorang-sorang. Like a lost lamb.

Tanpa sedar bibir mengukir senyuman kecil. Ada tangis yang cuba ditahan.

Kalau nak tunggu sedia. Sampai bila-bila pun takkan sedia.

You will never feel like it.

Dan mungkin andai ada dia di sisi, kau akan lebih kuat. Lebih konsisten. Ada tangan yang boleh kau pegang saat lemah. Ada riba yang boleh kau letakkan kepala saat penat. Dan ada dia, yang kau nak hidup bersama, dunia akhirat.

Macam Nabi dengan Khadijah.

I wanna live for you. I wanna die for you. I wanna give you my everything.



“Aku still tak mampu lagi.”

Dari segi kewangan. Dia masih belum mampu.  Dalam konteks perkahwinan sekarang. Paling kurang harus ada RM10000.

“Aku dan dia pun masih belajar.”

“Kau nak kahwin sebab nak jaga diri kau kan? Sebab kau dah tak mampu nak tahan gejolak di hati. At least bertunang dahulu. Next year insyaAllah kau dah nak graduate. InsyaAllah. Allah permudahkan.”

Senyum kelat.

If only you were here.

I want you, yet you’re not here.

Is everything just a lie?
The future that I envision with you.
Am I in love all alone again?
Please be single,
Please tell me you want me the way I want you.
Please look at me.
It hurts so much.

I’m hurting yet you don’t know.

It’s been a while since I last saw you.
I search for you in everyone that I met.
On the streets, in the cafe, in the ward, in the prayers that I sent to the sky.

A bunny. A park full of bunnies.
I will give you anything. Everything. Only to see you smile.
I want to be the reason you’re smiling. Not anyone else.

I would have given you anything. Even my sanity.

Come to me, just the way you are.

I’m missing you.



***

"You meet someone one day, and the next day they're your addiction." - Unknown
 
©Suzanne Woolcott sw3740 Tema diseñado por: compartidisimo